BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

header-ad

Kurikulum Pendidikan: Pengertian & Perkembangan Pemahaman Kurikulum



Pengertian Kurikulum

.......“If one thinks of a marathon with mile and direction markers, signposts, water stations, and officials and coaches along the route, this beginning definition is a metaphor for what the curriculum has become in the education of our children.....” (Leslie Owen Wilson, 2005)
Leslie Owen Wilson menyatakan, ... “jika orang berpikir tentang maraton dengan mil dan arah spidol, rambu-rambu, stasiun air dan pejabat dan pelatih sepanjang rute, maka definisi awal ini adalah sebuah metafora untuk apa “kurikulum” telah menjadi bagian dalam pendidikan anak-anak kita...”.

Ide kurikulum, bukanlah sesuatu yang baru. Karena yang membuatnya menjadi baru sebenarnya terletak pada cara orang memahami dan berteori tentang esensi kurikulum. Hal inilah yang biasanya tampak berbeda dan telah berubah bertahun-tahun. Tetapi juga, masih menimbulkan polemik yang cukup panjang hingga saat ini, yaitu mengenai makna dan prakteknya.

a. Kurikulum Secara Etimologis
Menurut Busthan Abdy (2016:214), secara etimologis, kata “kurikulum” berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, yaitu ”curir”, yang artinya “pelari” dan ”curere” yang diartikan sebagai ”tempat berlari”. Kemudian mengandung pengertian tentang suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari, mulai dari garis ‘start’ sampai dengan ‘finish’.

Sehingga secara etimologis, dapat dikatakan bahwa istilah kurikulum pada awalnya berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi kuno, tepatnya di Yunani, dan kemudian diadopsi ke dalam dunia pendidikan.

Menurut Suparlan (2011), pengertian tersebut kemudian digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan pada lembaga pendidikan.

b. Defenisi Kurikulum Pendidikan
Robert S Zais (1976), memandang kurikulum sebagai... ”a racecourse of subject matters to be mastered” yaitu merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus dikuasai. 


Selanjutnya dinyatakan pula oleh Bobbitt (1918) bahwa:

”In The Curriculum, the first textbook published on the subject, in 1918, John Franklin Bobbitt said that curriculim, as an idea, has its roots in the Latin word for race-course, explaining the curriculum as the course of deeds and experiences through which children become the adults they should be, for success in adult society. Furthermore, the curriculum encompasses the entire scope of formative deed and experience occurring in and out of school, and not experiences occurring in school; experiences that are unplanned and undirected, and experiences intentionally directed for the purposeful formation of adult members of society”.
Secara bebas, kutipan kalimat di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut....“Dalam kurikulum, yaitu buku teks pertama yang diterbitkan tentang mata kuliah itu pada tahun 1918 oleh John Franklin Bobbit, yang menyatakan bahwa, kurikulum sebagai satu gagasan yang memiliki akar kata bahasa Latin, “race course” (tempat berlari), yang menjelaskan bahwa kurikulum sebagai mata pelajaran dan pengalaman yang harus diperoleh anak-anak sampai menjadi dewasa, agar kelak mencapai kesuksesan setelah menjadi dewasa. Lebih dari itu, kurikulum merupakan keseluruhan kegiatan dan pengalaman yang diperoleh di dalam dan di luar sekolah, pengalaman yang direncanakan dan yang tidak direncanakan, serta pengalaman yang secara sungguh-sungguh, dan semuanya itu lebih diarahkan untuk mencapai tujuan pembentukan warga masyarakat orang dewasa” (dalam Suparlan, 2011: hlm. 34-35).

Dari kedua pendapat di atas, maka menurut Busthan Abdy (2016:216), secara terminologis, istilah kurikulum yang digunakan dalam dunia pendidikan, mengandung 3 (tiga) pengertian utama, yaitu:

Pertama. Sebagai sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran, yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa, untuk dapat mencapai satu tujuan pendidikan atau kompetensi yang ditetapkan. Dan sebagai tanda atau bukti, bahwa seorang peserta didik telah mencapai standar kompetensi tersebut adalah, dengan sebuah ijazah atau sertifikat yang diberikan kepadanya

Kedua. Sebagai satu program pembelajaran khusus, yang selanjutnya secara umum menjelaskan tentang proses pengajaran, pembelajaran, dan bahan penilaian pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.

Ketiga. Kurikulum sebagai Perangkat Pembelajaran. Disamping kedua defenisi di atas, kurikulum dapat juga diartikan sebagai perangkat dari mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh sebuah lembaga penyelenggara pendidikan—perangkat ini berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pembelajaran, dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini, biasanya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut, serta kebutuhan lapangan kerja. Sementara lama waktu dalam satu kurikulum, biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam setiap kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

c) Perkembangan dan Pemahaman Kurikulum
Pada tahun-tahun awal abad ke-20, konsep tradisional yang diselenggarakan tentang kurikulum, adalah merupakan bagian tubuh—subyek atau materi pelajaran yang disiapkan oleh guru bagi para siswa untuk belajar.

Hal ini identik dengan "program studi" dan "silabus”. Namun, satu titik awal yang dapat dijadikan acuan untuk dunia pendidikan di sini, adalah definisi yang ditawarkan oleh John Kerr yang diambil oleh Vic Kelly.

Kerr mendefinisikan bahwa, “Kurikulum sebagai semua pembelajaran yang direncanakan dan di pandu oleh sekolah, apakah itu dilakukan di dalam kelompok atau individu, di dalam atau di luar sekolah”. (Dikutip dalam Kelly 1983:10, lihat juga Kelly 1999). Definisi ini, setidaknya dapat memberikan konsep dasar untuk melanjutkan pemahamannya kepada 2 (dua) tema utama kurikulum, yaitu:

Learning is planned and guided—belajar direncanakan dan dipandu. Kita harus menentukan terlebih dahulu apa yang kita cari untuk mencapai dan bagaimana kita harus melakukan hal itu...We have to specify in advance what we are seeking to achieve and how we are to go about it.

The definition refers to schooling—definisi ini mengacu pada sekolah. Kita harus mengakui bahwa penghargaan kami saat ini teori kurikulum dan praktek muncul di sekolah dan dalam kaitannya dengan ide sekolah lain seperti subyek dan pelajaran...We should recognize that our current appreciation of curriculum theory and practice emerged in the school and in relation to other schooling ideas such as subject and lesson.

Sementara Wilson (1990), lebih melengkapi apa yang disampaikan John Kerr di atas, dengan pernyataannya sebagai berikut:

...”Anything and everything that teaches a lesson, planned or otherwise. Humans are born learning, thus the learned curriculum actually encompasses a combination of all of the below -- the hidden, null, written, political and societal etc.. Since students learn all the time through exposure and modeled behaviors, this means that they learn important social and emotional lessons from everyone who inhabits a school -- from the janitorial staff, the secretary, the cafeteria workers, their peers, as well as from the deportment, conduct and attitudes expressed and modeled by their teachers. Many educators are unaware of the strong lessons imparted to youth by these everyday contacts..”
Menurut Wilson, kurikulum adalah apa pun dari segala sesuatu yang mengajarkan pelajaran yang direncanakan atau sebaliknya. Manusia melahirkan pembelajaran, sehingga kurikulum yang dipelajari benar-benar mencakup kombinasi dari semua sisi, di bawah-tersembunyi, null, tertulis, politik, sosial, dll. Karena siswa belajar sepanjang waktu melalui eksposur dan model perilaku, yang berarti bahwa mereka belajar pelajaran penting sosial dan emosional dari semua orang yang ada di sekolah—dari staf kebersihan, sekretaris, pekerja kantin, rekan-rekan mereka serta dari laku, perilaku dan sikap, serta apa yang diungkapkan dan dicontohkan oleh guru mereka. Banyak pendidik tidak menyadari pengalaman kontak sehari-hari seperti ini.

Selanjutnya Indonesia merumuskan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, bahwa, “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu“ (pada pasal 1, ayat 19).

Sebagaimana juga telah dirumuskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, bahwa kurikulum terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:

  • Isi dan bahan pelajaran;
  • Cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran;
  • Tujuan pendidikan yang akan di capai.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 pasal 1 ayat (27), tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dinyatakan bahwa, “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan”.

Tujuan umum kurikulum bersifat ideal, yang tidak mudah untuk mencapainya, misalnya untuk mencapai hidup yang bahagia atau masyarakat sejahtera. Pada kurikulum berbasis kompetensi, tujuan umum kurikulum dinyatakan dengan standar kompetensi. Standar kompetensi lulusan lalu dijabarkan lagi menjadi sejumlah kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Selanjutnya, kompetensi dasar dijabarkan menjadi sejumlah indikator.

Materi kurikulum berbentuk deskripsi silabus, pedoman kurikulum, rencana pembelajaran, buku teks, bahan bacaan, peralatan laboratorium, dan alat bantu belajar. Sementara proses pendidikan, adalah proses pembelajaran yang terjadi, khususnya yang terjadi di kelas. Hasil pelaksanaan kurikulum adalah sejumlah kemampuan yang diperoleh peserta didik, baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum haruslah disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Untuk dapat melengkapi kajian model kurikulum, sebaiknya memperhatikan lebih lanjut tentang konteks sosial dimana ia diciptakan. Salah satu kritik yang telah dibuat dari model praksis yaitu bahwa hal itu tidak menempatkan penekanan yang cukup kuat pada konteks. Jadi pada intinya, kurikulum adalah upaya untuk menjelaskan apa yang terjadi di dalam kelas daripada apa yang sebenarnya terjadi. Dalam hal ini, kurikulum sebagai praktek tidak dapat dipahami secara memadai atau berubah secara substansial, tanpa memperhatikan pengaturan atau “konteks”nya. Dengan memperhatikan lingkungan, maka akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari dampak proses struktural dan sosial budaya pada guru dan siswa.

Selanjutnya, kurikulum mengalami perkembangan selaras dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kemudian di negara Indonesia, muncul Engkoswara (dalam Suparlan, 2011), yang selanjutnya merumuskan perkembangan pengertian dari kurikulum, yaitu dengan menggunakan formula-formula sebagai berikut:

(a) K = -------------, artinya kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari.
(b) K = Σ MP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik.
(c) K = Σ MP + KK, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sekolah yang harus ditempuh oleh peserta didik.
(d) K = Σ MP + K + SS + TP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan dan segala sesuatu yang yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau sekolah.
Dari keempat formula definisi kurikulum di atas, maka dapat diambil dua butir kesimpulan bahwa:
  • Definisi kurikulum berasal dari dunia olah raga, dan kemudian digunakan dalam dunia pendidikan.
  • Definisi kurikulum senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, mulai dari definisi yang amat sederhana menjadi definisi yang sangat kompleks. Untuk memahami makna definisi kurikulum, perlu dilakukan analisis

Ditulis oleh: Abdy Busthan
*************
Daftar Pustaka:
Busthan Abdy. (2016). Pengantar Pendidikan: Konsep & Dasar Pelaksanaan Pendidikan (hlm.214-220). Kupang: Desna Life Ministry.
« PREV
NEXT »

Tidak ada komentar